KTI tentang Upaya Peningkatan Pembangunan Melalui Pemanfaatan Ilmu Geografi
Upaya Peningkatan Pembangunan Melalui Pemanfaatan Ilmu
Geografi
![Description: logo Smansa copy.jpg](file:///C:\Users\PRIMAE~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Dibuat Oleh:
1. Danang Wisnu Nugroho (11396)
2.
Asthina
Novita Syanur (11280)
SMA
NEGERI 1 METRO
LAMPUNG
|
Tahun 2011
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia
adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah yang terbentang
di sekitarnya. Ini menyebabkan keanekaragaman suku, adat istiadat dan
kebudayaan dari setiap suku di setiap daerah. Hal ini sungguh sangat
menakjubakan karena walaupun Indonesia memiliki banyak wilayah, yang berbeda
suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lainnya.
Namun,
konflik-konflik antar suku tak terelakkan lagi dalam
kehidupan masyarakat kita. Kebanyakan konflik tersebut hanya disebabkan oleh
kesalahpahaman ataupun masalah kecil lainnya.
Masalah
pluralisme suku, telah dihadapi Indonesia sejak lama, tetapi masih saja terjadi
konflik bahkan peperangan antar suku. Seperti di Papua, sering sekali terjadi
kesalah pahaman yang menimbulkan peperangan antar suku, dan tak jarang memakan
korban jiwa. Contoh lainnya adalah peristiwa yang terjadi di Kalimantan. Yaitu
peperangan antara suku Dayak dan suku Madura yang sebenarnya hanya disebabkan
oleh perbedaan pendapat saja.
Untuk
mengatasi hal tersebut perlu suatu solusi yang tepat, salah satunya dari segi
wilayah dan komoditi yang menjadi mayoritas di daerah tersebut. Karet merupakan
komoditi utama Provinsi Lampung. Namun sungguh sangat disayangkan apabila
komoditi karet hanya dimanfaatkan dari segi materil saja, tidak digunakan untuk
mengatasi permasalahan akibat dampak negatif
pluralisme yang ada di Indonesia.
1.2.
Identifikasi Masalah
Masalah
pluralisme suku di Indonesia, telah menimbulkan berbagai macam pertanyaan dalam
hubungannya dengan sebab, keberadaan dan dampak yang diakibatkan dari
pluralisme tersebut. Pertanyaan-pertanyaan seputar masalah pluralisme suku di Tulang
Bawang Barat ini dapat diuraikan seperti dalam beberapa point berikut:
1.Apakah
pluralisme di Tulang Bawang Barat menimbulkan dampak negatif?
2.Apakah
pluralisme di Tulang Bawang Barat menimbulkan konflik?
3.Apakah ilmu geografi dapat mengatasi hal tersebut?
3.Apakah ilmu geografi dapat mengatasi hal tersebut?
1.3. Pembatasan
Masalah
Karena
permasalahannya yang sangat luas dan meliputi berbagai aspek kehidupan, maka
kami hanya membatasi penelitian kami dari segi geografi dalam mengatasi dampak
negatif yang ditimbulkan oleh pluralisme di Tulang Bawang Barat.
1.4. Perumusan
Masalah
Atas
dasar penentuan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka kami
dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
”Bagaimana pengaruh perkebunan karet di Tulang Bawang Barat dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan pluralisme suku?”
”Bagaimana pengaruh perkebunan karet di Tulang Bawang Barat dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan pluralisme suku?”
1.5. Kegunaan
Penelitian
1. Kegunaan
bagi penulis yaitu dapat menambah dan memperluas wawasan melalui penelitian
ini.
2. Kegunaan
bagi sekolah yaitu dapat dijadikan bahan bacaan bagi siswa dan siswi guna menambah
pengetahuan.
3. Kegunaan
bagi umum/masyarakat luas yaitu sebagai informasi bagi masyarakat umum dalam
mengatasi dampak negatif dari pluralisme di Indonesia.
1.6. Tujuan
Penulisan
Penelitian
ini dilakukan untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat bagi
masyarakat umumnya dan para remaja khususnya dalam mengatasi masalah
pluralisme. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui
sampai sejauh mana pengaruh perkebunan karet di Tulang Bawang Barat terhadap
kehidupan bermasyarakat.
2. Mengetahui
apakah perkebunan karet dapat mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh
pluralisme suku di Tulang Bawang Barat.
1.7. Metode
Penulisan
Untuk
mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan metode
observasi atau pengamatan langsung, wawancara, dan teknik studi kepustakaan.
Tidak hanya itu, kami juga mencari bahan dan sumber-sumber dari media masa
elektronik maupun cetak yang mendukung penelitian ini.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
KERANGKA TEORITIS
2.1
Definisi Pluralisme
2.1.1 Definisi
Etimologis
Menurut asal katanya, pluralisme
berasal dari bahasa Inggris, pluralism. Yang artinya suatu
kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan
toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi
(pembauran/-pembiasan). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pluralisme berarti
keadaan masyarakat yg majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan
politiknya).
2.1.2 Definisi
Konseptual
Bagi masyarakat Indonesia kata “pluralisme”
sudah sangat akrab didengar, namun masyarakat belum banyak yang mengetahui apa
itu pluralisme yang sebenarnya. Berikut ini adalah definisi pluralisme menurut
para ahli.
Salah satu tokoh Indonesia, Nurcholish Madjid (2001)
menerjemahkan pluralisme sebagai suatu sistem nilai
yang memandang secara positif-optimis terhadap kemajemukan itu
sendiri, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin
berdasarkan kenyataan itu. Selain Nurcholis majid tokoh lainnya adalah Adian
Husaini (2008) dengan pendapatnya yaitu pluralisme adalah
sebagai sebuah paham (isme) tentang pluralitas.
Selain tokoh tokoh nasional ada jga tokoh
luar negeri yang memiliki pendapat tentang pluralisme. Salah satunya adalah Diana
L. Eck, Professor dari Harvard University(1994) yang memiliki pendapat yang
antara lain sebagai berikut:
Pertama,
pluralisme tidak berisi keragaman semata, tetapi keterlibatan energik dengan
keanekaragaman. Keanekaragaman dapat dan telah berarti menciptakan kelompok-kelompok
kecil agama dengan hilir mudik [interaksi] yang sedikit antara atau
di antara mereka. Hari ini, keragaman agama adalah pemberian (anugerah), tetapi
pluralisme bukan pemberian, melainkan sebuah pencapaian/prestasi.
Keanekaragaman tanpa hubungan dan perjumpaan yang nyata akan menghasilkan
peningkatan ketegangan dalam kehidupan masyarakat kita.
Kedua,
pluralisme bukan sekadar toleransi, tetapi pencarian aktif tentang pemahaman
lintas perbedaan. Toleransi adalah kebajikan publik yang diperlukan, tetapi
tidak mewajibkan orang Kristen dan Muslim, Hindu, Yahudi, dan sekuler untuk
mengetahui apa-apa tentang satu sama lain. Toleransi adalah landasan yang
terlalu tipis untuk dunia yang berbeda agama dan yang memiliki kedekatan. Toleransi
tidak melakukan apa pun untuk menghilangkan ketidaktahuan kita satu sama lain,
dan menyisakan stereotip, kebenaran yang setengah-setengah, dan ketakutan yang
mendasari pola lama perpecahan serta kekerasan. Dalam dunia di mana kita hidup
sekarang ini, ketidaktahuan kita satu sama lain akan semakin mahal resikonya.
Ketiga,
pluralisme bukan relativisme, tetapi perjumpaan komitmen. Paradigma baru
pluralisme tidak mengharuskan kita untuk meninggalkan identitas dan komitmen
kita di belakang, sebab pluralisme adalah perjumpaan komitmen. Ini berarti
memegang perbedaan kita yang terdalam, bahkan perbedaan agama kita, bukan dalam
ketertutupan, melainkan dalam keterhubungan satu sama lain.
Keempat,
pluralisme didasarkan pada dialog. Bahasa pluralisme adalah dialog dan
pertemuan, memberi dan menerima, kritik dan kritik diri. Dialog berarti saling
berbicara dan mendengarkan, dan proses yang mengungkap baik pemahaman umum
maupun perbedaan nyata. Dialog tidak berarti semua orang duduk di sekitar
“meja” akan setuju satu sama lain. Pluralisme melibatkan komitmen untuk berada
di meja – dengan komitmen seseorang.
Selain
difinisi dari pluralisme, beberapa tokoh juga memiliki pendapat bahwa ada
kaitan antara pluralisme dengan modernisasi. Pendapat tersebut antara lain dari
Schoorl
(1980) yang berpendapat bahwa modernisasi
adalah penerapan pengetahuan ilmiah yang ada pada semua aktivitas, bidang
kehidupan atau semua aspek masyarakat. Pendapat ini dapat diartikan, jika suatu
masyarakat atau bangsa ingin membangun maka harus menghilangkan semua unsur
yang tidak rasional. Dengan kata lain segala sesuatu yang sifatnya tradisional harus
dihindarkan, karena dapat menghambat
langkah modernisasi pada tahap-tahap selanjutnya. Konsep Schoorl hampir sama
dengan pendapat Wilbert Moorre (Long, 1987). Menurutnya konsep modernisasi
adalah suatu perubahan secara menyeluruh pada masyarakat tradisional atau
masyarakat pra-modern menjadi masyarakat yang bercorak teknologi dan organisasi
sosialnya seperti yang terdapat di negara-negara dunia Barat yang maju, makmur
secara ekonomik dan relatif stabil secara politik.
2.2 Definisi Geografi
2.2.1
Definisi Etimologis
Geografi
berasal dari dua kata, yaitu geo yang berarti bumi dan graphein yang berarti
citraan atau gambaran. Geografi berarti gambaran atau pencitraan tentang bumi,
atau biasa disebut ilmu bumi.
2.2.2
Definisi
Konseptual
Beberapa
ahli berpendapat bahwa geogfafi bukan hanya sekedar mempelajari tentang bumi
namun lebih luas lagi. Prof.
Bintarto berpendapat bahwa Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala
di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang
fisikal maupun yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, melalui
pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program, proses
dan keberhasilan pembangunan.
Sedangkan
Ekblaw dan Mulkerne mengemukakan, bahwa
geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi dan kehidupannnya,
mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan yang kita konsumsi, pakaian yang
kita gunakan, rumah yang kita huni dan tempat rekreasi yang kita nikmati.
Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ekblaw dan Mulkerne
Preston E. James mengemukakan bahwa geografi
berkaitan dengan sistem keruangan, ruang yang menempati permukaan bumi.
Geografi selalu berkaitan dengan hubungan timbal balik antara manusia dan
habitatnya. Kedua pendapat tersebut selanjutnya di perkuat oleh pendapat dari
Maurice Le Lannou (1959) yang mengemukakan
bahwa Objek study geografi adalah kelompok manusia dan organisasinya di muka
bumi.
2.2.3
Cabang Ilmu Geografi Yang Berkaitan Dengan Kehidupan Sosial
Cabang-cabang
ilmu geografi banyak macamnya yaitu demografi, Antropologi, kartografi,
meteorologi, dan lain-lain. Beberapa cabang ilmu geografi yang berkaitan dengan
kehidupan sosial, antara lain:
Demografi,
adalah ilmu yang mempelajari dan menguraikan tentang penduduk. Komposisi
penduduk, jumlah penduduk dan sebagainya perlu diketahui untuk menentukan pola
konsumsi penduduk terhadap barang tertentu.
Selanjutnya
antropologi, adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia khususnya mengenai
ciri, warna kulit, bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaannya. Adat istiadat
penduduk perlu diketahui untuk mengetahui kebiasaan sehari-hari, barang yang
diperlukan, bahan makanan yang dikonsumsi, dan sebagainya. Kedua cabang ilmu
tersebut tentunya perlu didukung oleh cabang ilmu lain yang juga berkaitan
dengan kehidupan sosial.
Antara
lain adalah geografi regional dan geografi politik. Geografi regional adalah
cabang geografi yang mempelajari suatu kawasan tertentu secara khusus.
Sedangkan geografi politik adalah cabang geografi yang khusus mengkaji kondisi-
kondisi goegrafis di tinjau dari sudut politik atau kepentingan Negara.
Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan pertama, permasalahan
yang timbul akibat pluralisme disegala aspek/kehidupan yang ada di Indonesia
dapat diselesaikan dengan pembangunan yang menerapkan strategi modernisasi. Kedua
adalah bahwa pembangunan juga menyebabkan adanya suatu perubahan pola
pikir masyarakat menjadi lebih modern, dengan tidak mengutamakan kepentingan
suku atau kelompok tertentu melainkan kepentingan bersama. Ketiga ada hubungan ilmu
geografi dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
2.3
Profil Tulang Bawang Barat
![](file:///C:\Users\PRIMAE~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
![](file:///C:\Users\PRIMAE~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.jpg)
Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan pemekaran dari
Kabupaten Tulang Bawang. Kabupaten Tulang Bawang sendiri mempunyai luas wilayah
± 6.851,32 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 berjumlah 860.854 jiwa,
terdiri atas 28 (dua puluh delapan) kecamatan. Kabupaten ini memiliki potensi
besar yang dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk
seperti tersebut di atas, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan mempersempit
rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga
pelayanan publik dapat ditingkatkan sehingga mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
Pembentukan Kabupaten Tulang Bawang Barat yang
merupakan pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang terdiri atas 8 (delapan)
kecamatan, yaitu Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kecamatan Lambu Kibang,
Kecamatan Gunung Terang, Kecamatan Tumijajar, Kecamatan Tulang Bawang Udik,
Kecamatan Gunung Agung, Kecamatan Way Kenanga, dan Kecamatan Pagar Dewa.
Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki luas wilayah keseluruhan ± 1.201,00 km2
dengan jumlah penduduk ± 233.360 jiwa pada tahun 2006.
Kabupaten Tulang Bawang Barat diresmikan oleh
Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008 berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Tulang
Bawang Barat Di Provinsi Lampung tanggal 26 November 2008.
Karet adalah
tanaman utama yang dibudidayakan di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Selain itu
tanaman perkebunan seperti sawit dan tebu juga banyak ditanam oleh penduduk.
Batas wilayah:
Utara:
|
|
Arti lambang daerah
Tulang Bawang Barat antara lain:
![](file:///C:\Users\PRIMAE~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image006.jpg)
1. Bentuk Perisai Bersegi Lima,
menggambarkan bahwa masyarakat Tulang Bawang Barat sanggup mempertahankan
cita-cita Bangsa Indonesia dan melanjutkan pembangunan serta memajukan daerah
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
2. Tulang Bawang Barat dengan
Huruf Merah dan Dasar Putih mempunyai makna bahwa keberadaan dan terbentuknya
Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah dalam nuansa persatuan dan kesatuan,
semangat kebersamaaan serta kehormatan terhadap Sang Saka Merah Putih sebagai
Lambang Kedaulatan Republik Indonesia.
3. Mata Payan di atas payung beserta
tangkainya adalah senjata tradisional masyarakat Tulang Bawang Barat yang
senantiasa siap mempertahankan daerah dan masyarakatnya.
4. Payung Berwarna Putih melambangkan
masyarakat Tulang Bawang Barat yang memiliki hati yang suci dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam payung di atas rumbai
terdapat 3 (tiga) warna bergaris putih, kuning dan merah dengan pembatas 4
(empat) garis, terdapat 20 (dua puluh) buah rumbai dan berjari-jari 9
(sembilan) buah, menggambarkan bahwa Kabupaten Tulang Bawang Barat di resmikan
pada tanggal 3 April 2009.
5. Siger Lampung Berwarna Emas merupakan
pakaian kebesaran masyarakat adat Lampung melambangkan bahwa masyarakat Tulang
Bawang Barat sangat menghormati wanita yang didasari ajaran agama dan adat
Lampung.
6. Rantai Bersambung 4 (empat) berwarna putih
melambangkan Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan bagian dari 4
(Empat) Marga yang tidak dapat dipisahkan oleh situasi apapun dan
masyarakat Tulang Bawang Barat mempunyai kewajiban untuk menjamin keutuhannya
sepanjang masa.
7. Talow adalah instrumen induk dari semua
tetabuhan adat, yang dibunyikan pada saat masyarakat adat Tulang Bawang Barat
Begawi, mengartikan masyarakat Tulang Bawang Barat berada dalam satu kesatuan
walau banyak instrumen yang mengeluarkan bunyi-bunyian, tetapi akan terangkum
dalam musyawarah dan mufakat untuk tujuan bersama.
8. Rangkaian 45 (Empat Puluh Lima) Butir Padi, 17 (Tujuh Belas)
Polong Kapas dan Tali Simpul 8 (Delapan)
mempunyai makna kebersamaan yang utuh untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera berkemakmuran baik lahir maupun batin, serta makmur berkeadilan dalam
wadah Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945.
9. Pepadun berwarna emas adalah singgasana
kerajaan dalam adat Lampung, menunjukan bahwa masyarakat Tulang Bawang Barat
khususnya masyarakat Lampung Pepadun mempunyai cita-cita yang luhur untuk
mencapai keberhasilan dalam strata sosial, politik dan ekonomi.
10. Tulisan Aksara Lampung yang berbunyi RAGEM SAI
MANGI WAWAI.
11. Seuntai Pita bertuliskan “RAGEM SAI MANGI WAWAI“ dasar
Putih dengan tulisan berwarna Merah. Ragem Sai Mangi Wawai bermakna “KEBERSAMAAN
MENUJU KEBERHASILAN” juga merupakan Motto Kabupaten Tulang
Bawang Barat.
12. Air dengan 11 (Sebelas) Garis menunjukan
Kabupaten Tulang Bawang Barat mempunyai cikal bakal dari 11 (Sebelas) kampung.
Pada masa lalu transportasi yang digunakan oleh masyarakat adalah melalui
sungai yaitu Way Rarem, Way Tulang Bawang, Way Kiri. Sungai Tulang Bawang
mengalir sepanjang tahun dan memberikan sumber kehidupan bagi masyarakat Tulang
Bawang Barat, yang nantinya akan berkembang menjadi agrobisnis baik untuk
pertanian maupun perikanan.
BAB III
METODE PENULISAN
METODE PENULISAN
Dalam mencari atau mengumpulkan data
terdapat beberapa cara atau metode yang digunakan misalnya studi kepustakaan,
observasi, interview dan lainnya. Metode yang digunakan dalam penulisan karya
ilmiah ini adalah :
1. Dengan
melakukan Studi Pustaka. Kami mencari bahan-bahan tentang pluralisme lewat
Internet, juga melalui buku-buku ensiklopedia tentang kebudayaan dan
keanekaragaman suku di Indonesia.
2. Observasi
(pengamatan secara langsung) di daerah Tulang Bawang Barat selama 1 minggu. Hal
tersebut kami lakukan untuk mendapatkan data yang akurat.
3. Interview (wawancara secara langsung) kepada
narasumber.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Sejarah Singkat Perkebunan Karet di Tuba Barat
Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan pemekaran dari
Kabupaten Tulang Bawang. Terdiri dari 8 (delapan) kecamatan, yaitu Kecamatan
Tulang Bawang Tengah, Kecamatan Lambu Kibang, Kecamatan Gunung Terang,
Kecamatan Tumijajar, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kecamatan Gunung Agung,
Kecamatan Way Kenanga, dan Kecamatan Pagar Dewa. Dan kecamatan yang paling luas
adalah kecamatan Tulang Bawang Tengah. Salah satu desa di kecamatan Tulang
Bawang Tengah yaitu desa Mulya Kencana yang merupakan salah satu desa di
wilayah transmigrasi Way Abung II pada tahun 1974.
Karena
wilayahnya yang terletak berdekatan/berbatasan dengan wilayah pribumi
(Menggala), maka penempatan para transmigran terdiri dari para tentara ABRI dan
Polisi yang bertujuan mengamankan daerah baru(dikhawatirkan akan terjadi
konflik terkait masalah tanah adat). Untuk berikutnya, terdiri atas penduduk sipil yang berasal dari Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Setiap
keluarga memperoleh 2 hektar tanah, yang terdiri dari ¼ ha lahan perumahan, ¾
ha lahan perladangan, dan 1 ha sebagai lahan persawahan. Pada awalnya penduduk
Desa Mulya Kencana terdiri dari sekitar 500 keluarga. Mata pencaharian
penduduknya sampai pada tahun1980-an, sebagai petani tanaman pangan buruh di
pabrik-pabrik/PT.
Pada tahun-tahun tersebut,
karena penghasilannya yang rendah sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, maka sebagian transmigran ada yang kembali ke daerah
Jawa lagi. Namun hanya sebagian kecil masyarakat yang kembali ke daerah asalnya.
4.1.1 Peningkatan Taraf Hidup
Untuk
mengubah taraf hidup masyarakat wilayah transmigran Way Abung II, pemerintah
memberikan bantuan-bantuan seperti ternak sapi, dan mengubah lahan pertanian
tanaman pangan menjadi lahan perkebunan, khususnya desa Panaragan Jaya, Tirta
Kencana, dan Mulya Kencana. Pada tahun 1980 Pemerintah melalui PT PN,
memberikan bantuan untuk pembuatan perkebunan karet di tiga desa
tersebut.Rupanya perkebunan karet sangat cocok untuk wilayah transmigrasi Way
Abung II.
Hal tersebut dapat mengubah
pola hidup masyarakat wilayah-wilayah tersebut dengan bukti kemajuan taraf
hidup masyarakat yang dulunya sangat miskin, dengan adanya perkebunan karet
tersebut penghasilan petani menjadi lebih meningkat dan tidak sedikit petani
yang sukses melalui kepemilikan kebun karet. Serta konflik akibat permasalahan
tanah antara masyarakat pribumi dan pendatang berangsur-angsur mulai hilang.
4.1.2 Pembuatan Kebun
Pada
tahun 1979-1980 dimulai proses pendoseran dan pembajakan lahan yang masih
berupa semak belukar. Penanaman bibitkaret dimulai pada tahun 1980-1981 dan
pada tahun 1986 mulailah penyadapan batang karet yang dikelola KUD Kencana
Jaya.
Setapak
demi setapak KUD Kencana Jaya mulai tumbuh berkembang maju sehingga pada tahun
1994, memperoleh penghargaan KUD teladan di Propinsi Lampung. Kemajuan ini
berkat usaha karyawan KUD dalam mengelola hasil perkebunan karet.
Dengan
adanya peningkatan taraf hidup, sekaligus meningkatkan pola pikir masyarakat ,
sehingga saat ini di wilayah Way Abung II khususnya di tiga desa yaitu
Panaragan Jaya, Tirta Kencana, dan Mulya Kencana sudah tidak ada lahan kosong. Semua
lahan telah ditanami tumbuhan perkebunan yang terdiri dari 98% perkebunan
karet, dan 2% perkebunan kelapa sawit. Lahan tersebut dimiliki oleh seluruh
masyarakat, baik pribumi maupun pendatang. Hasil survey para PPL untuk wilayah
Way Abung II, memang sangat cocok untuk perkebunann karet dibandingkan dengan perkebunan
kelapa sawit, atau tanaman pangan.
4.1.3 Pemasaran Produksi
Rendahnya
harga karet yang diterima oleh petani selama ini sering dituduhkan karena buruknya
kualitas produksi karet-rakyat. Sebaiknya ke depan, persoalan yang menimpa
petani karet ini tidak dilihat hanya dari rendahnya mutu karet yang dihasilkan
oleh petani karet rakyat.
Namun
perlu juga dilihat dari sisi faktor penyebab lainnya, misalnya sisi hubungan sosial
antara petani dengan pihak lain yang ada di tingkat lokal. Artinya, persoalan rendahnya
harga (pendapatan) dan kehidupan petani tidak hanya disebabkan oleh persoalan
teknis semata, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan situasi dan
kondisi sosial masyarakat di tingkat bawah. Kondisi sosial yang dimaksud adalah
adanya kenyataan bahwa penentuan harga karet di tingkat bawah justru sering
ditentukan oleh keadaan dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila kehidupan
masyarakatnya kondusif maka tingkat harga akan semakin tinggi. Kenyataan
seperti ini, di pedesaan sulit sekali untuk dihindarkan.
Kehidupan
yang terdiri dari berbagai suku membuat kondisi masyarakat bersifat dinamis(selalu
berubah). Akibat kesalah pahaman antar suku dapat menimbulkan konflik –konflik
kecil, yang tak jarang menjadi konflik yang besar.
Namun, kini keadaan mulai berubah. Saat ini di
Tulang Bawang Barat, kebanyakan petani karet adalah masyarakat pendatang
(transmigran), namun masyarakat pribumi juga mulai melirik usaha ini. Kebanyakan
masyarakat pribumi menjadi pembeli
produksi karet para petani. Ini berarti telah terjadi sinergi atau kerja
sama antara warga pribumi dan pendatang, dan kerukunan antar suku kian erat
terjalin. Permasalahan tanah adat yang dulu sering menimbulkan konflik, kini
mulai tersingkirkan akibat adanya rasa saling membutuhkan antara kedua belah
pihak.
BAB V
PENUTUP
5.1 .Simpulan
Proses
pembangunan wilayah di Indonesia sering menghadapi banyak kendala yang cukup
besar. Selain luasnya wilayah dan banyak Pulau, permasalahan muncul disebabkan karena
adanya keragaman suku, budaya, sumberdaya dan perkembangan teknologi.
Keadaan
seperti ini lebih terlihat di daerah pedesaan. Di mana sebagian besar
masyarakat Lampung yang tinggal di pedesaan
adalah sebagai petani karet rakyat sering sekali mengalami permasalahan-permasalahan.
Umumnya permasalahan persengkataan tanah (adat). Namun masalah tersebut dapat
teratasi dengan perkembangan pola pikir masyarakat, dan perkembangan zaman.
Daerah
Lampung merupakan salah satu daerah di Indonesia yang banyak memiliki usaha
perkebunan karet di tengah kehidupan masyarakatnya yang masih erat atau kuat
memelihara kebiasaan-kebiasaan tradisional dalam kehidupannya sehari-hari.
Masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat yang terbuka atau mau menerima unsur
kebudayaan dari luar, selama hal itu tidak bertentangan dengan adat istiadat
mereka, kepercayaan dan lainnya. Dengan keberadaan perkebunan karet yang sudah
cukup lama tersebut diyakini sedikit banyak telah menimbulkan dampak positif
terhadap kehidupan budaya masyarakatnya. Dampak-dampak positif dari perkebunan
karet di Lampung yaitu:
-
Meningkatkan pola pikir masyarakat menjadi lebih modern.
-
Meningkatkan perekonomian masyarakat.
-
Terjadinya kerja sama antar berbagai suku.
- Menghilangkan
konflik-konflik yang berkaitan dengan pluralisme antar suku.
-
Terciptanya kehidupan yang aman, maju, dan sejahtera.
Artinya
dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pluralisme di Indonesia, ilmu
geografi dapat digunakan. Tentunya juga dengan memperhatikan dan menyesuaikan
antara kondisi masyarakat dengan lingkungannya. Selain itu peran pemerintah
dalam mengembangkan pola pikir masyarakat dalam bidang ekonomi akan berpengaruh
pada kehidupan bermasyarakat setempat. Dengan kemajuan ekonomi pastinya
masyarakat akan membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, dan masalah
perbedaan suku akan hilang seiring dengan kondisi untuk memenuhi kebutuhan. Dan
ternyata ilmu geografi bisa mengatasi dampak negatif dari pluralisme di
Indonesia, melalui cabang-cabang ilmunya antara lain demografi, antropologi,
geografi politik, dan geografi regional. Dan juga melalui pemanfaatan sumber
daya alam yang tersedia.
5.2 Saran
Kami selaku pelajar yang cinta akan
kedamaian dan ketentraman Indonesia. Kami ingin turut serta dalam menjaga
kerukunan antar suku di Indonesia dalam hidup bermasyarakat. Saran kami antara
lain:
- Adanya
komunikasi dan kerjasama yang intensif antara pemerintah dengan para element
masyarakat.
- Mengawasi
dan mencegah seluruh tindakan masyarakat yang mengindikasikan hal negatif.
- Kesadaran
tiap-tiap masyarakat dalam menjaga kerukunan hidup bermasyarakat.
- Bagi
penelitian selanjutnya,kami berharap informasi yang didapatmelalui sumber
apapun diolah dengan baik agar lebih akurat. Dan memberikan solusi terbaik,
agar kerukunan kehidupan antar suku di Indonesia bisa terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
kerusakan-ekologi-krisis-globa-semakin.html
http://djunijanto.wordpress.com/materi/pengertian-geografi
Budiyanto, ”Pendidikan
Kewaganegaraan kelas X”, Jakarta, Erlangga, 2007.
Muin Idianto,
“Sosiologi SMA/MA kelas X”, Jakarta, Erlangga,2007.
Sulistyanto
Gatot, “Geografi 1, SMA/MA”, Jakarta, Pusat Perbukuan, 2009.
0 komentar: